Sebuah rahasia terungkap dari salah seorang tersabar di jagat ini, dengan ketenangan yang membungkus wajahnya, dia membeberkan rahasia bersabar dengan memberikan pengandaian, "Jika engkau mengenal dekat seseorang dan engkau tahu dengan sangat jelas bahwa dia mempunyai penyakit yang cukup parah menggerogoti dirinya. Untuk mengatasi penyakitnya, para dokter menyuntikkan begitu banyak obat dan hormon yang mengakibatkan emosinya terganggu, sehingga emosinya tidak terkendali, tiba-tiba dia bisa menjadi sedih, gelisah, atau meledak amarahnya".
Setelah menarik napas, dia melanjutkan dengan sebuah pertanyaan, "Apakah engkau akan kesal ketika tiba-tiba dia marah kepadamu?" Semua yang hadir menjawab "tidak". Kenapa? Karena kita benar-benar memahami kondisi yang dialami orang tersebut. Bahkan, lebih dari sekadar kasihan, melainkan empati. Pengertian dan pemahaman inilah salah satu kunci rahasia menghadapi orang-orang yang kita beri cap "orang yang menyulitkan".
Orang yang menyulitkan sebenarnya bukanlah orang yang membuat kita sulit. Ada sesuatu dan banyak yang dapat kita raih karena kehadirannya. Mari kita lihat apa yang kita dapatkan, tetapi sebelumnya ada baiknya kita mengubah pemaknaan kita pada kata "orang yang menyulitkan", dari orang yang menyulitkan menjadi orang yang sulit dimengerti.
Ketika pemaknaan diubah menjadi orang yang sulit dimengerti, kita tidak lagi menyalahkan mereka, tetapi kita merasa perlu untuk menambah pengertian dari dalam diri sendiri, sehingga kita dapat memahami mereka, Kebanyakan dari kita tidak mengetahui latar belakang kehidupan orang-orang ini. Jarang seseorang masuk dan bertanya tentang masa lalu orang-orang ini, atau mungkin juga karena mereka enggan membuka diri terhadap problem di masa lalunya.
Apa pun yang dilakukan seseorang saat ini, besar-kecilnya pasti ada pengaruh dari pengalaman masa lampaunya. Mereka bertindak atau punya kebiasaan seperti saat ini, pastilah ada sebab di baliknya. Penyebab inilah yang sebaiknya kita sadari, walaupun tidaklah penting mengetahui masa lalu yang menyebabkan seseorang bertindak seperti sekarang ini.
Tanpa kesadaran ini, kita akan masuk dalam kondisi yang reaktif, ketika tindakan kita hanyalah sebuah spontanitas dari mekanisme menyerang atau menjauh (fight or flight) yang telah ada di bagian primitif pikiran bawah sadar kita. Menyadai hal ini juga membuat kita memberi ruang antara orang tersebut dengan perilakunya. Sebelumnya kita mengasosiasikan dengan erat bahwa yang menyulitkan itu orangnya, tetapi sekarang kita mengasosiasikan bahwa yang menyulitkan adalah perilakunya. Mirip sebuah kalimat pencerahan yang saya terima dari seorang sahabat melalui SMS beberapa tahun lalu, yang berbunyi: "Define the problem as a person and you are in trouble, define the problem as a difficult behaviour, you can do something about it."
Selain itu, meningkatkan pengertian dan pemahaman saya ketika berhadapan dengan orang yang susah dimengerti, biasanya saya mengulang sebuah kalimat yang kurang lebih berbunyi: "Walaupun tidak nyaman bertemu orang yang menyulitkan, ini jauh lebih enak daripada menjadi orang yang menyulitkan itu." Menjadi orang yang menpunyai temperamen tinggi sangatlah tidak nyaman, bagai kerbau yang dicocok hidungnya. Orang-orang ini juga terseret tali emosi yang membawanya. Menyadari betul keadaan "Orang yang menyulitkan" selain membawa kita ke pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana perilaku seseorang terbentuk, juga akan menjadikan jiwa kita bersyukur.
Melihat dari mata yang lain
Apa yang kita lakukan ketika bayi menangis, memuntahkan makanan, atau sebentar-bentar mengompol? Apakah kita marah? Kita dapat memakluminya bukan? Namun, jika kelakuan yang sama persis terjadi pada anak dengan usia tujuh tahun, sulit untuk kita memahaminya, kita pun menjadi gusar atau jengkel dibuatnya.
Jika kejadian ini terjadi berulang-ulang tanpa dapat dihentikan, kita menjadi frustrasi. Ini membuktikan bahwa sebuah kejadian tidak pernah membuat kita marah, sedih, jengkel, atau lainnya, yang membuat emosi kita terscungkil adalah sesuatu yang ada dalam diri kita. Pada seorang bayi kita tidak meletakkan syarat apapun, kita mencintainya dengan stulus hati kita. Dalam arti, apa pun yang dilakukan bayi, kita tetap mencintainya. Adanya syarat yang kita buat, atau dari standar pandangan umum yang kita terima, inilah yang membuat emosi kita terayun. "Orang yang menyulitkan" hadir dalam keseharian agar kita belajar mencintai tanpa syarat, mirip seperti orangtua yang mencintai bayinya.
Selain melihat dengan mata penuh cinta, kita diminta juga untuk melihat dari mata seorang guru, seperti guru-guru di kelas sewaktu kita menggali ilmu di sekolah dasar (SD). Sewaktu baru masuk SD, tambah-tambahan, menulis, dan mengeja ABC serta hal lain yang kita lakukan pastinya jauh dari kemampuan kita sekarang. Namun guru mengerti, memahami dan juga mencintai kita, dengan sabar guru-guru kita membimbing, karena mereka tahu bukannya anak muridnya tidak bisa, tetapi mereka masih dalam proses bertumbuh.
Mata lain yang sangat ampuh untuk digunakan adalah mata yang berlawanan dengan mata yang telah disebutkan tadi. Jika tadi kita memosisikan menjadi guru, sekarang kita berposisi sebagai murid dan orang yang kita anggap menyebalkan adalah guru kita. Dengan mata ini kita akan melihat bahwa mereka muncul, untuk mengajarkan kita bersabar, orang yang cerewet dan mulutnya tajam hadir untuk memberi tahu kita cara mendengar dan berkata-kata yang baik.
Anehnya, kita tidak pernah menyampaikan terima kasih kepada mereka. Padahal mereka mau berkorban demi kita. Mereka mau menanggung dosa dari perbuatan yang dilakukan untuk membuat kita menjadi orang yang lebih baik. Bukankah ini sesuatu yang luar biasa?
Apa yang Kita Tidak Suka di Orang Lain Ada Ada Dalam Diri Kita
Mungkin akan banyak yang tidak sependapat dengan tulisan dibawah ini, tetapi tetaplah membaca dengan pikiran terbuka.
Banyak guru spiritual yang saya ketahui membunyikan sebuah pernyataan yang serupa, bahwa tidak ada realitas di luar, semua ada di dalam. Jadi apa pun yang ada di luar sana adalah sebuah cerminan yang ada di dalam ini. Dengan kata lain, jika kita menemukan ketidaksukaan akan sesuatu pada orang lain maka sebenarnya sesuatu itu ada di dalam diri kita. Kita tidak melihat perangai, tabiat, atau perilaku ini dalam diri kita karena keberadaannya kita sangkal. Dalam bahasa contoh, seandainya Anda benar-benar tidak suka dengan seseorang yang suka memotong pembicaraan orang lain, spontan Emosi anda langsung terbangun. Maka dapat dikatakan jika perangai itu sebenarnya juga ada di dalam diri Anda sendiri. Mungkin begitu membaca ini Anda langsung menyangkalnya, itu biasa, pikiran kita akan menentang dan mencoba mengajukan alasan-alasan untuk menyangkalnya. Jangan khawatir, itu terjadi juga pada saya. Untuk mengecek kebenarannya, saya kemudian bertanya kepada orang-orang terdekat. Saya mencob membuat catatan tentang beberapa hal yang benar-benar tidak saya suka. Salah satu yang membuat emosi saya mencuat adalah jika ada seseorang yang mendominasi pembicaraan dan tidak memberikan ruang untuk yang lain. Hal ini sering saya keluhkan melalui kritikan pedas yang saya sampaikan kepada para sahabat yang menemani saya pada saat saya menjumpai orang dengan perilaku seperti itu.
Dan ketika saya mengharapkan sebuah jawaban "yes" or "no" yang jujur atas pertanyaan "Apakah kualitas tersebut ada di dalam diri saya?", hampir semua sahabat menjawab dengan tak bersuara alias diam beberapa saat dan tiga kata "yes you are" meluncur dari bibirnya. Hasil yang sama juga terjadi pada sahabat yang berani mencoba melakukan yang saya lakukan. Anda pun dapat mencobanya. Ketakutan yang muncul pada awalnya merupakan tanda tidak siapnya Anda menerima kata "ya". Namun, untuk sebuah perbaikan diri, hal ini tidaklah terlalu mahal.
Setelah menyadari semua ini, bertemu dengan orang yang menyulitkan, yang menyakitkan hati, atau sosok yang menyebalkan yang dulu kita hindari, kini telah berbalik menjadi sebuah kesempatan indah untuk menyadari sisi lain yang tersembunyi dalam diri ini. Mereka begitu berjasa dengan merelakan dirinya menjadi cermin untuk melihat apa yang kita tidak suka dalam raga ini. Yang terpenting bukan mencampakkan sisi yang tidak kita suka dan menyimpan yang terang, melainkan merangkulnya dengan penerimaan yang ikhlas. Ketika ini terjadi hidup menjelma menjadi sebuah berkah yang tak terhingga.
dari buku Happiness Inside ~ Gobind vashdev
(hlmn 192 - 199)
Kamis, 01 September 2016
Orang Yang Menyulitkan = Berkah Tak Terhingga
Selasa, 12 Juli 2016
Buku Spiritual
Kembali kali ini saya ingin mengulas beberapa buku yang saya baca, setelah dulu saya menyukai buku motivasi seperti disini, dan cukup 'terlelah' dengan motivasi-motivasi ala Law of Attraction, sekarang saya bergeser sedikit ke buku self help ke arah self help / tools yang practical seperti buku spiritualis, dan bahkan Tarot, Iching dan lainnya. Saya tetap pengagum seri the secret & motivasi, hanya saja buku sejenis itu, sekarang saya rasa banyak yang *maaf abal-abal karena isinya "hanya" copy paste dan dibumbui dengan judul yang provokatif, mungkin si pengarang baru saja ikut pelatihan writing, dan menerima tantangan dari trainer untuk segera membuat karya, sebuah buku yg bagus sesuai tema pasar, mungkin mereka harus lebih kreatif karena tema-tema motivasi kebanyakan sudah diborong oleh para pendahulunya. Well, tetap saja kita harus mengakui ini sebagai sebuah perkembangan yang bagus, karena seperti sering dikatakan, Indonesia membutuhkan suntikan motivasi yang banyak agar Indonesia semakin berkembang dan dapat bersaing dengan negara maju, salah satunya melalui buku.
Mencapai persamaan di luar perbedaan kulit
Buku yang saya rekomendasikan berkaitan dengan "kedamaian", bagaimana merasakan kebahagiaan, dan ketenangan batin. Beberapa diantaranya :
Buku2 tersebut sangat menyejukkan ketika dibaca, mendamaikan kita di tengah keruwetan dan tuntutan hidup yang semakin menggila jaman ini, mengajak kita menyentuh kedalaman batin kita, memeluk negativitas dalam diri, mengubah perspektif, yang semuanya disampaikan dalam bahasa yang sederhana. Kalau dibaca sepintas sangat terasa hawa Zen Budhism, Hinduism, dan Daoism yang sangat kental seperti misalnya meditasi kesadaran, sadar berada saat ini; atau mengenai memperbaiki persepsi/cara kita memandang dunia, bagaimana mengelola emosi (kemarahan, khawatir, dsb), bagaimana alam / sang surya memberikan sinarnya kepada seluruh makhluk seperti disebutkan dalam Dao De Jing karangan Lao Tzu, dan banyak juga cerita klasik cina kuno yg pernah diceritakan di buku Andrie Wongso di ceritakan ulang secara "sedikit" berbeda di buku Life is beautiful; pun dalam salah satu buku di atas penulis juga menceritakan kisah dari sufisme tradisi Islam yang ternyata banyak kemiripan dengan tradisi timur di atas. Ini pun bukan hal buruk, dari persepsi Budhism, seperti diungkapkan Sarah Napthali dalam bukunya, Budhism for Mother, seorang Ibu berkata bahwa Budhism adalah the way of life, jalan hidup. Jadi, bukan sebuah doktrin agama yang biasanya tidak boleh dipertanyakan dan dibantah. "Buddhisme mendorong kita sadar terhadap semua persepsi pemikiran, dan kepercayaan kita, mengatasi kesalahan pandangan yang pasti membuat kita menderita.". Rekomendasi saya, buku Sarah ini juga layak dikoleksi, karena tidak hanya bermanfaat untuk Ibu saja tapi semua orang yang ingin kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup.
Menyenangkan membaca 3 buku di atas, karena apa yang mereka tulis juga sama dengan yang diungkapkan beberapa Spiritual Leader dunia saat ini, salah satu yang saya follow youtube nya (my fave Teal Swan) . Ini sejalan juga dengan kata pengantar dari salah satu penulis buku spiritual yang sangat saya kagumi dan hormati dalam bukunya The Key To Miracles, saat ini kita berada dalam jaman Kaliyuga, setidaknya saya menangkapnya sebagai masa menghancurkan sikap relijious semu menuju jaman kesadaran spiritual / kebangkitan spiritual / Christ Consciousness. Buku ini sangat bagus dan layak dimiliki, karena memuat konten spiritual dari filsof Barat dan Timur dan merupakan intisari dari buku-buku "Berat". Pun, saya termasuk salah satu yang beruntung walau tidak pernah ketemu langsung tapi saya pernah "berjumpa" dengan beliau di dalam mimpi sekitar thn 2014 an.
Saya sangat merasakan filosofi Zen (sadar saat ini, tidak ke masa lalu atau masa depan) ini sangat bagus, juga dalam hal meditasi, termasuk pula memberikan hasil yang baik dalam praktek Reiki / Reiki Healing yang saya pelajari.
Saya bukan seorang expert ataupun guru di bidang spiritual, hanya seorang yang memiliki ketertarikan dan masih terus belajar, dan menikmati apa yang saya pelajari. Buku hanyalah sebuah buku, Ilmu hanyalah sebuah teori, dan filsafat pun hanya sebuah baju yang indah, semuanya tidak akan bermanfaat jika tidak dipraktekkan apalagi untuk mereka yang sangat hobi terpancing ke dalam perdebatan.
Love, Light & Joy . _/|\_
Mencapai persamaan di luar perbedaan kulit
Buku yang saya rekomendasikan berkaitan dengan "kedamaian", bagaimana merasakan kebahagiaan, dan ketenangan batin. Beberapa diantaranya :
Happiness Inside - Gobind Vashdev |
Sejenak Hening - Adjie Silarus |
Life is Beautiful - Arvan Pradiansyah |
Buku2 tersebut sangat menyejukkan ketika dibaca, mendamaikan kita di tengah keruwetan dan tuntutan hidup yang semakin menggila jaman ini, mengajak kita menyentuh kedalaman batin kita, memeluk negativitas dalam diri, mengubah perspektif, yang semuanya disampaikan dalam bahasa yang sederhana. Kalau dibaca sepintas sangat terasa hawa Zen Budhism, Hinduism, dan Daoism yang sangat kental seperti misalnya meditasi kesadaran, sadar berada saat ini; atau mengenai memperbaiki persepsi/cara kita memandang dunia, bagaimana mengelola emosi (kemarahan, khawatir, dsb), bagaimana alam / sang surya memberikan sinarnya kepada seluruh makhluk seperti disebutkan dalam Dao De Jing karangan Lao Tzu, dan banyak juga cerita klasik cina kuno yg pernah diceritakan di buku Andrie Wongso di ceritakan ulang secara "sedikit" berbeda di buku Life is beautiful; pun dalam salah satu buku di atas penulis juga menceritakan kisah dari sufisme tradisi Islam yang ternyata banyak kemiripan dengan tradisi timur di atas. Ini pun bukan hal buruk, dari persepsi Budhism, seperti diungkapkan Sarah Napthali dalam bukunya, Budhism for Mother, seorang Ibu berkata bahwa Budhism adalah the way of life, jalan hidup. Jadi, bukan sebuah doktrin agama yang biasanya tidak boleh dipertanyakan dan dibantah. "Buddhisme mendorong kita sadar terhadap semua persepsi pemikiran, dan kepercayaan kita, mengatasi kesalahan pandangan yang pasti membuat kita menderita.". Rekomendasi saya, buku Sarah ini juga layak dikoleksi, karena tidak hanya bermanfaat untuk Ibu saja tapi semua orang yang ingin kedamaian dan kebahagiaan dalam hidup.
Sarah Napthali - Budhisme untuk Para Ibu |
The Key To Miracles - Hasibuan Santosa |
Saya sangat merasakan filosofi Zen (sadar saat ini, tidak ke masa lalu atau masa depan) ini sangat bagus, juga dalam hal meditasi, termasuk pula memberikan hasil yang baik dalam praktek Reiki / Reiki Healing yang saya pelajari.
Saya bukan seorang expert ataupun guru di bidang spiritual, hanya seorang yang memiliki ketertarikan dan masih terus belajar, dan menikmati apa yang saya pelajari. Buku hanyalah sebuah buku, Ilmu hanyalah sebuah teori, dan filsafat pun hanya sebuah baju yang indah, semuanya tidak akan bermanfaat jika tidak dipraktekkan apalagi untuk mereka yang sangat hobi terpancing ke dalam perdebatan.
Love, Light & Joy . _/|\_
Senin, 25 April 2016
Debat Agama
Setelah sebelumnya saya posting soal jualan agama, saya ternyata ketemu solusinya yaitu cukup di "hide" saja or pilih opsi "saya tidak ingin melihat iklan dari xxx" sudah aman, simpel ternyata :D. Jadi tulisan kemarin hanya melampiaskan rasa speechless aja, pun juga yang kali ini, yg ga suka monggo dilewatin saja, hahaha...
Nah baru2 ini, seorang kawan SMU lama me like dan share satu hal yang cukup geli buat saya, yaitu tentang debat agama dari seorang tokoh agama (let's call him religious leader "RL"), dan dimana pihak yang kalah berdebat akan pindah ke agama RL, WTF!. Terus terang saya tidak pernah buka linknya, karena dari judul sudah keliatan semua isinya rata rata tema seorang agama lain masuk ke agama RL karena kalah debat tsb.
Hmm, saya kok jadi speechless (lagi) ya, seorang RL mengadakan acara debat agama; apa segitu rendah nilai iman seseorang bisa diukur dari menang dan kalah dari satu debat agama? apakah RL ini merasa rawan atau parno bahwa agamanya akan punah sampai2 buat acara seperti itu? Apa si RL jangan2 meragukan agamanya sendiri sampai2 harus berbuat seperti itu? Apakah RL ini seorang "Dewa"? atau "Utusan" dari YME yang diberi mandat khusus? Dari mana dia bisa menentukan benar dan salah? sementara padahal ada juga kok tokoh agama dunia yang mendapatkan penghargaan dari karya nyatanya (SO MANY) & kebijaksanaan serta toleransinya. Apakah RL debaters ini mempelajari buku sucinya hanya untuk menang debat? atau apakah yang mau dicapai memang itu, mencapai sebanyak mungkin pengikut? :D. Yang paling penting, kapan dia mengkontemplasikan semua ajarannya dan menjalankan semua ajarannya dengan nyata kepada sesama manusia di sekitarnya?
Ingat ungkapan "Energy flows where attention goes?", dalam konteks ini hubungannya adalah kita akan selalu mendapatkan reason untuk sesuatu yang kita fokuskan, kalo si RL fokus ke kebenaran mutlak absolut akan kepercayaan yang dia anut, ya dia akan mendapatkan 1001 alasannya dan bahkan mengalaminya, kalo dia tidak suka dengan kepercayaan lain, pun dia akan menemukan 1001 kekurangan dari agama lain tersebut.
Kalau di novel Celestine prophecy, sepertinya ada diceritakan mengenai perebutan energi. Manusia selalu ingin mencari aman dengan cara menguasai, berada di "atas". dengan berada di atas dia akan merasa keberadaannya utuh dan aman menjalani hidup. Caranya macam2, menguasai sumber daya, menguasai manusia, dan salah satunya melalui perdebatan. Singkatnya, manusia ini berdebat, memenangkan argumen dan pada saat dia menang secara energi dia akan menarik energi orang yang kalah. Orang yg kalah berdebat akan menjadi, lemah, lesu, tidak bersemangat, mudah diarahkan dan dikendalikan. Biasanya model seperti ini disebut Vampire Energy.
Selanjutnya disebutkan, sebenarnya ada salah satu cara agar kita bisa mengurangi ketergantungan terhadap orang lain, dalam arti kita bisa merasakan kedamaian, kepenuhan tanpa menggangu orang lain, yaitu dengan selalu terhubung dengan Sumber Energi Ilahi.
Dengan terhubung Sumber Energi Ilahi ini, kita akan selalu merasa kuat, optimis, damai, bahagia tanpa merasa kawatir, kekurangan, ketakutan dan ketergantungan untuk mencaplok energi orang lain. Sumber energi Ilahi ini mungkin dapat disebut juga Tuhan, Allah, Universe dll walaupun beberapa mainstream religion masih menolak anggapan ini dengan label yang simpel "New Age". Walau yang dibilang New Age ini sebenarnya produk lama yang sudah ada di peradaban2 jauh lebih lama sebelum mainstream religion lahir dan menguasai dunia sperti skg, dan sudah lumrah kalau sesuatu di luar mainstream cenderung disepelekan dan dianggap keliru. The message just, mind your own religion, dont disturb your neighbour, be kind, be generous, and DO IT.
Jadi ingat buku compassion Gede Prama, kalau kita masih memikirkan dualitas, baik jahat, benar salah, yang sesuai dengan saya benar yang tidak sesuai pasti salah, maka apapun termasuk agama bisa dijadikan alasan untuk perdebatan, kekerasan dan malah buruknya terorisme. Merasakan Tuhan itu sperti merasakan kasih sayang yang ada di dalam diri semua manusia, kalau manusia itu bisa melihat ke dalam (co. meditasi), lepas dari dualitas, tidak menendang kegelapan tapi memeluk kegelapan, karena kegelapanlah yang membuat cahaya semakin terang, dan tugas kita membawa cahaya tersebut.
Dan apa yang terjadi dengan teman lama SMU saya itu? maap guys, saya unfriend & juga untuk teman2 sejenisnya, so pathetic.
Nah baru2 ini, seorang kawan SMU lama me like dan share satu hal yang cukup geli buat saya, yaitu tentang debat agama dari seorang tokoh agama (let's call him religious leader "RL"), dan dimana pihak yang kalah berdebat akan pindah ke agama RL, WTF!. Terus terang saya tidak pernah buka linknya, karena dari judul sudah keliatan semua isinya rata rata tema seorang agama lain masuk ke agama RL karena kalah debat tsb.
Hmm, saya kok jadi speechless (lagi) ya, seorang RL mengadakan acara debat agama; apa segitu rendah nilai iman seseorang bisa diukur dari menang dan kalah dari satu debat agama? apakah RL ini merasa rawan atau parno bahwa agamanya akan punah sampai2 buat acara seperti itu? Apa si RL jangan2 meragukan agamanya sendiri sampai2 harus berbuat seperti itu? Apakah RL ini seorang "Dewa"? atau "Utusan" dari YME yang diberi mandat khusus? Dari mana dia bisa menentukan benar dan salah? sementara padahal ada juga kok tokoh agama dunia yang mendapatkan penghargaan dari karya nyatanya (SO MANY) & kebijaksanaan serta toleransinya. Apakah RL debaters ini mempelajari buku sucinya hanya untuk menang debat? atau apakah yang mau dicapai memang itu, mencapai sebanyak mungkin pengikut? :D. Yang paling penting, kapan dia mengkontemplasikan semua ajarannya dan menjalankan semua ajarannya dengan nyata kepada sesama manusia di sekitarnya?
Ingat ungkapan "Energy flows where attention goes?", dalam konteks ini hubungannya adalah kita akan selalu mendapatkan reason untuk sesuatu yang kita fokuskan, kalo si RL fokus ke kebenaran mutlak absolut akan kepercayaan yang dia anut, ya dia akan mendapatkan 1001 alasannya dan bahkan mengalaminya, kalo dia tidak suka dengan kepercayaan lain, pun dia akan menemukan 1001 kekurangan dari agama lain tersebut.
Kalau di novel Celestine prophecy, sepertinya ada diceritakan mengenai perebutan energi. Manusia selalu ingin mencari aman dengan cara menguasai, berada di "atas". dengan berada di atas dia akan merasa keberadaannya utuh dan aman menjalani hidup. Caranya macam2, menguasai sumber daya, menguasai manusia, dan salah satunya melalui perdebatan. Singkatnya, manusia ini berdebat, memenangkan argumen dan pada saat dia menang secara energi dia akan menarik energi orang yang kalah. Orang yg kalah berdebat akan menjadi, lemah, lesu, tidak bersemangat, mudah diarahkan dan dikendalikan. Biasanya model seperti ini disebut Vampire Energy.
Vampire energy gets his/her energy from other people |
Dengan terhubung Sumber Energi Ilahi ini, kita akan selalu merasa kuat, optimis, damai, bahagia tanpa merasa kawatir, kekurangan, ketakutan dan ketergantungan untuk mencaplok energi orang lain. Sumber energi Ilahi ini mungkin dapat disebut juga Tuhan, Allah, Universe dll walaupun beberapa mainstream religion masih menolak anggapan ini dengan label yang simpel "New Age". Walau yang dibilang New Age ini sebenarnya produk lama yang sudah ada di peradaban2 jauh lebih lama sebelum mainstream religion lahir dan menguasai dunia sperti skg, dan sudah lumrah kalau sesuatu di luar mainstream cenderung disepelekan dan dianggap keliru. The message just, mind your own religion, dont disturb your neighbour, be kind, be generous, and DO IT.
Jadi ingat buku compassion Gede Prama, kalau kita masih memikirkan dualitas, baik jahat, benar salah, yang sesuai dengan saya benar yang tidak sesuai pasti salah, maka apapun termasuk agama bisa dijadikan alasan untuk perdebatan, kekerasan dan malah buruknya terorisme. Merasakan Tuhan itu sperti merasakan kasih sayang yang ada di dalam diri semua manusia, kalau manusia itu bisa melihat ke dalam (co. meditasi), lepas dari dualitas, tidak menendang kegelapan tapi memeluk kegelapan, karena kegelapanlah yang membuat cahaya semakin terang, dan tugas kita membawa cahaya tersebut.
Dan apa yang terjadi dengan teman lama SMU saya itu? maap guys, saya unfriend & juga untuk teman2 sejenisnya, so pathetic.
Labels:
agama,
agama paling baik,
debat agama,
humanity,
jualan agama,
unfriend,
vampire energy
Langganan:
Postingan (Atom)